Liga 1 makin panas, bukan cuma karena atmosfer pertandingan, tapi juga karena serbuan pemain keturunan yang siap mengacak-acak peta kekuatan. Ada apa ini? Klub-klub mulai sadar kalau talenta diaspora Indonesia di luar negeri bisa jadi solusi krisis kualitas? Atau cuma tren sesaat biar kelihatan "internasional"?
Lihat saja Persis Solo yang gercep ngerekrut Jordy Tutuarima, bek kiri berdarah Maluku yang biasa main di Eropa. Bukan bintang besar, tapi cukup bikin heboh karena akhirnya balik ke tanah leluhur. Lalu ada Bhayangkara FC yang lagi jor-joran, dikaitkan sama Shayne Pattynama dan Nathan Tjoe-A-On. Pertanyaannya: serius mau bangun tim, atau cuma panjat sosial demi eksistensi?
Jordi Amat juga dikabarkan siap cabut dari Malaysia, dan rumor kepindahannya ke Liga 1 makin santer. Tapi, apakah klub lokal siap bayar harga mahal buat pemain selevel dia? Jangan sampai bawa nama gede tapi performa biasa aja.
Dan jangan lupakan Ezra Walian. Sudah WNI sejak 2017, tapi kariernya naik-turun. Sekarang di Persik Kediri, tapi publik masih nunggu pembuktian kalau dia emang layak jadi andalan.
Liga 1 harus berani lebih dari sekadar sensasi. Pemain keturunan bisa jadi solusi, tapi kalau manajemen klub asal comot tanpa visi, ya bakal gitu-gitu aja. Jangan sampai slogan “liga terbaik se-Asia Tenggara” cuma jadi bahan ketawa di grup WA.