Tel Aviv dan Teheran makin panas. Israel baru aja ngumumin mereka berhasil ngebunuh salah satu tokoh paling top di Garda Revolusi Iran, Saeed Izadi. Nggak main-main, dia ini kepala Pasukan Quds untuk urusan Palestina—otak di balik jaringan bantuan Iran buat Hamas, Hizbullah, sampe serangan 7 Oktober 2023 yang bikin Timur Tengah meledak lagi. Rumahnya di kota suci Qom dibom sama Israel, dan kabarnya bukan cuma Izadi yang tewas, tapi juga dua jenderal lainnya: Behnam Shahriyari (tukang suplai senjata buat proksi Iran) dan Amin Pour Joudaki (bos UAV).

Ini jelas bukan operasi kaleng-kaleng. Israel pengen kasih pesan: “Kami bisa tembus sampai ke ruang tidur kalian, dan kami tahu siapa aja yang harus dihabisin.” Dan Iran? Langsung kebakaran jenggot. Mereka janji bakal bales “lebih menghancurkan.” Tapi bales gimana? Selama seminggu terakhir, rudal dan drone udah beterbangan kayak kembang api Lebaran, dari dua arah. Infrastruktur militer, bahkan situs nuklir di Isfahan dan Fordow, ikut kena serangan. Dunia cuma bisa nonton sambil ngunyah popcorn dan berharap ini nggak jadi Perang Dunia versi Timur Tengah.

Yang bikin tambah serem, diplomasi kayaknya udah ke laut. Pembicaraan di Jenewa macet, Eropa cuma bisa kasih statement “kami prihatin,” dan AS mulai gerakin pembom B-2 ke wilayah Asia. Artinya? Semua pihak udah siap kalau ini jadi konflik terbuka, bukan lagi perang proksi.

Kalau lo pikir ini cuma urusan dua negara, lo salah besar. Setiap drone yang ditembakkan, setiap jenderal yang mati, itu getarannya bisa nyampe ke Lebanon, Yaman, bahkan Indonesia. Dan jangan lupa: Iran punya jaringan proxy dari Hizbullah sampe Houthi. Sekali mereka ngerasa punya restu buat bergerak, bukan cuma Israel yang bakal kena, tapi pangkalan AS juga bisa jadi sasaran.

Ini bukan cuma perang militer. Ini perang ego, perang simbol, perang gengsi. Dan setiap kepala yang terpenggal di satu sisi, cuma bikin lawannya makin ngamuk. Kita cuma bisa nunggu: siapa yang nyalain korek terakhir, dan siapa yang bakal hangus terbakar duluan.