Nikola Jokic sedang membidik rekor yang selama ini dianggap nyaris mustahil disentuh—menjadi raja triple-double sepanjang masa NBA. Sang MVP tiga kali dari Denver Nuggets hanya berjarak 37 triple-double dari pemuncak daftar sepanjang masa, Russell Westbrook, yang mengoleksi 203 triple-double. Bila tak ada cedera dan performanya konsisten seperti musim-musim sebelumnya, Jokic bisa meruntuhkan rekor itu musim depan. Dan ketika itu terjadi, dunia basket akan menyaksikan sejarah yang benar-benar baru—ditulis oleh seorang center dari Serbia yang bermain seperti point guard kelas dunia.
Fakta bahwa Jokic bahkan masuk dalam percakapan ini sudah luar biasa. Tapi bukan Jokic namanya kalau tak melampaui batas-batas posisi dan ekspektasi. Ia tak hanya masuk daftar elit; ia menyalipnya satu per satu. Oscar Robertson dengan 181 triple-double kini hanya menjadi target antara. Jokic tinggal melewati satu legenda untuk sampai ke puncak. Dan saat itu terjadi, tidak akan ada perdebatan lagi—Nikola Jokic adalah pemain paling komplet yang pernah menghiasi panggung NBA.
Yang membuat rekor ini terasa lebih menggigit adalah cara Jokic melakukannya. Bukan dengan gaya flashy ala Westbrook, bukan pula dengan dominasi fisik seperti LeBron James. Jokic bermain dengan tempo miliknya sendiri. Lambat, presisi, sabar. Ia membaca permainan seperti grandmaster catur. Operannya tak selalu spektakuler, tapi selalu tepat sasaran. Rebound-nya bukan karena kekuatan, tapi karena insting dan positioning. Dan poin-poinnya? Dihasilkan lewat footwork halus, hook shot mematikan, dan tembakan tiga angka yang datang tanpa peringatan.
Musim lalu saja, Jokic mencetak 26 triple-double dalam 79 pertandingan. Jika angka itu berulang musim depan, ia akan berada di angka 190—hanya butuh 14 lagi untuk menyalip Westbrook. Dan mengingat Jokic adalah mesin konsistensi dan tidak pernah bermain untuk "stat padding", tiap triple-double yang ia hasilkan adalah hasil dari dominasi alami, bukan sekadar mengejar angka.
Lebih mengejutkan lagi, Jokic melampaui nama-nama besar dalam sejarah liga: Magic Johnson (138), Jason Kidd (107), Wilt Chamberlain (78), bahkan LeBron James, yang meski masih aktif, kini berada di bawah bayang-bayang sang maestro dari Sombor ini. Di usia 29 tahun, Jokic bukan hanya masih di puncak performanya—ia masih menanjak.
Di era di mana angka dan statistik menjadi bahasa baru dalam menilai kebesaran pemain, Jokic menulis puisi dalam bentuk triple-double. Ia mengaburkan batas antara posisi center dan point guard, antara kekuatan dan keanggunan, antara logika dan keajaiban. Ketika nanti namanya bertengger di atas semua legenda triple-double, itu bukan sekadar angka—itu adalah pernyataan bahwa evolusi basket telah mencapai bentuk tertingginya.
Nikola Jokic tidak hanya mengejar rekor. Ia mengubah cara dunia memahami permainan ini. Dan saat ia berdiri sendirian di puncak, tidak akan ada yang bisa menyangkal satu hal: kita sedang menyaksikan salah satu pemain terbesar yang pernah hidup.