Ribuan Warga Kepung Pati, DPRD Siapkan Langkah Pemakzulan Sudewo



Ribuan warga Pati kembali memadati jalanan, menuntut satu hal: Bupati Sudewo lengser. Terik matahari dan keringat tak menghalangi teriakan “Turunkan Bupati!” yang menggema dari Alun-Alun hingga depan kantor DPRD. Aksi ini bukan lagi sekadar protes kebijakan—meski pemicu awalnya adalah rencana kenaikan PBB-P2 hingga 250% yang akhirnya dibatalkan—melainkan akumulasi kekecewaan terhadap kepemimpinan Sudewo.

Di tengah desakan publik, DPRD Pati bergerak cepat. Sidang paripurna mendadak digelar, dan seluruh fraksi—termasuk Partai Gerindra yang membesarkan Sudewo—sepakat membentuk Hak Angket dan Panitia Khusus pemakzulan. Wewenang DPRD memang terbatas, namun hak angket menjadi pintu masuk investigasi resmi terhadap kebijakan dan dugaan pelanggaran yang dilakukan bupati. Pansus diberi waktu 60 hari untuk bekerja, memanggil saksi, mengumpulkan bukti, dan menyusun rekomendasi.

Namun Sudewo bergeming. Ia menyebut mandatnya lahir dari proses demokratis dan konstitusional, dan menolak mundur. “Saya hormati proses DPRD, tapi saya tidak akan mengundurkan diri,” ujarnya, menantang arus penolakan yang semakin membesar.

Kemendagri pun turun tangan, memantau langsung perkembangan di Pati. Jika pansus menemukan bukti kuat, rekomendasi DPRD akan meluncur ke Pemprov Jawa Tengah, lalu ke Mendagri untuk verifikasi, sebelum akhirnya Presiden mengambil keputusan. Artinya, meski suara massa memekakkan telinga, bola panas pemakzulan masih bergulir di jalur hukum.

Pertarungan kini terbagi dua: di jalanan yang dipenuhi spanduk perlawanan, dan di meja-meja rapat resmi yang bisa mengakhiri karier Sudewo. Pertanyaannya, siapa yang akan menang—suara rakyat atau perisai politik sang bupati?