Connie Rahakundini Bakrie: Rakyat Bangkit, Militer Rapuh, Indonesia Belum Sepenuhnya Merdeka


Indonesia kembali diguncang pernyataan tajam dari pakar strategi pertahanan, Professor Connie Rahakundini Bakrie. Dalam sebuah wawancara eksklusif, ia menelanjangi wajah politik, militer, hingga kesadaran sosial bangsa ini dengan analisis yang sulit dibantah.

Menurutnya, gelombang conscious society kini tak terbendung. Rakyat semakin berani menantang pemimpin yang arogan. Kasus Pati jadi bukti: ketika seorang pejabat lokal menunjukkan sikap semena-mena, warga langsung melawan. “Rakyat sadar adalah benteng pertama demokrasi,” tegas Connie.

Menariknya, ia juga menyorot fenomena bendera One Piece yang tiba-tiba menjadi simbol baru di tengah masyarakat. Dari sekadar kartun, bendera tengkorak topi jerami menjelma ikon perlawanan. Connie memperingatkan: jika rakyat kehilangan keyakinan pada merah putih, maka simbol alternatif bisa mengambil alih makna persatuan. Bahaya besar mengintai bila negara gagal menjaga legitimasi simboliknya.

Tak berhenti di situ, Connie menohok inti persoalan bangsa: kemerdekaan yang belum tuntas. Meski Indonesia sudah 80 tahun merdeka, ia menilai kedaulatan masih rapuh. “Bangsa merdeka adalah bangsa yang bisa mengambil keputusan tanpa kendali asing,” ujarnya. Selama masih ada ketergantungan pada utang, impor, dan tekanan geopolitik, Indonesia hanya merdeka di atas kertas.

Bidang pertahanan pun tak luput dari kritik. Connie menyebut militer Indonesia jauh dari kata siap. Strategi pengadaan alutsista dianggap keliru karena bergantung pada satu blok tertentu. Ia mendorong diversifikasi: membeli dari Rusia, Tiongkok, Pakistan, hingga Iran agar Indonesia tidak jadi korban embargo politik. “Mengandalkan satu sumber sama saja menggali kubur sendiri,” sindirnya.

Di penghujung wawancara, Connie menatap masa depan dengan harapan sekaligus peringatan. Presiden terpilih Prabowo Subianto diminta berani melepaskan diri dari lingkaran orang dekat yang bisa menjadi beban. Reformasi militer mutlak dilakukan: promosi harus berdasarkan merit, bukan kedekatan.

Pesannya keras: Indonesia ada di persimpangan. Gagal memilih jalan yang benar, bangsa ini hanya akan jadi pion dalam permainan catur global. Berhasil menegakkan kedaulatan, Indonesia bisa bangkit sebagai kekuatan besar.