Reshuffle Prabowo Dapat Dua Jempol Mahfud: Menteri Harus Kompeten, Berintegritas, dan Berjejak Jelas


Presiden Prabowo akhirnya mengambil langkah berani: merombak lima kursi strategis di kabinetnya. Keputusan ini sontak menjadi sorotan, bukan hanya karena menyentuh tokoh-tokoh besar, tapi juga karena dianggap sebagai respons atas gelombang demonstrasi publik belakangan ini. Mahfud MD, dalam sebuah diskusi terbuka, tak ragu menyebut langkah ini layak diberi “dua jempol” karena menandai mulainya keterbukaan presiden terhadap aspirasi rakyat.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Keuangan, Menteri Koperasi, Menteri Perlindungan Pekerja Migran, hingga Menteri Pemuda dan Olahraga masuk daftar perombakan. Nama Sri Mulyani menjadi pusat perbincangan. Meski tak ada yang meragukan kompetensi dan integritasnya, Mahfud menilai penggantiannya lebih kepada kebutuhan regenerasi. “Bukan karena gagal, tapi waktunya memberi ruang pada darah baru,” katanya lugas.

Lain halnya dengan Budi Ari. Menurut Mahfud, kepergiannya sudah lama diprediksi. Selain dianggap kurang cakap, bayang-bayang kasus di masa lalu membuat posisinya sulit dipertahankan. Sementara itu, sosok Nadiem Makarim kembali disebut sebagai contoh menteri berbakat tapi belum sepenuhnya memahami birokrasi dan tidak memiliki rekam jejak kuat di bidang pendidikan. “Bakat saja tidak cukup, birokrasi butuh pengalaman,” sindir Mahfud.

Lebih jauh, Mahfud menekankan tiga kriteria mutlak dalam memilih menteri: kompetensi, integritas, dan rekam jejak. Tiga hal yang menurutnya tak bisa ditawar, jika kabinet ingin benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan sekadar mengisi kursi kekuasaan.

Tak berhenti pada reshuffle, Mahfud juga menyinggung reformasi politik yang menurutnya tak bisa lagi ditunda. Ia menyoroti perlunya revisi Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik, memperkuat independensi KPU, serta memangkas biaya politik yang mencekik. “Pemilu yang mahal adalah pintu masuk korupsi,” tegasnya.

Pernyataan Mahfud ini jelas memberi sinyal keras: reshuffle hanyalah pintu pertama. Pertarungan sesungguhnya ada pada reformasi sistem politik yang selama ini dikeluhkan publik. Kini bola panas ada di tangan Presiden Prabowo—apakah ia akan melanjutkan langkah berani ini, atau berhenti di tengah jalan, membiarkan momentum perubahan hilang begitu saja?