Skandal Laptop Rp9,3 Triliun: Murahan, Mark Up Gila-Gilaan, dan Bayang-Bayang Pejabat Tinggi


Skandal pengadaan laptop di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi kian menyeruak setelah diskusi panas antara Refly Harun dan tamunya yang dikenal dengan sebutan “topi merah” mencuatkan detail mencengangkan. Proyek raksasa senilai triliunan rupiah ini kini menjadi sorotan tajam publik, bukan hanya karena nilai anggarannya, tetapi juga dugaan permainan kotor di baliknya.

Kejaksaan Agung menyebut proyek pengadaan 1,2 juta unit Chromebook yang dibiayai APBN ini menelan dana 9,3 triliun rupiah, sedikit terkoreksi dari angka awal media sebesar 9,9 triliun. Namun yang paling mengejutkan, lembaga itu menghitung kerugian negara mencapai 1,98 triliun rupiah. Rinciannya: 1,5 triliun diduga berasal dari mark up harga laptop, dan 480 miliar dari item perangkat lunak bernama CDM yang disebut penuh kejanggalan.

Lebih jauh, “topi merah” membongkar spesifikasi Chromebook yang dinilai sangat rendah: hanya ditopang prosesor Intel Celeron dengan memori penyimpanan 32 GB. Dengan kualitas seperti itu, harga normal seharusnya berkisar 1,5 hingga 2,8 juta rupiah per unit. Fakta di lapangan justru menyebut perangkat itu dibeli 6 juta rupiah per unit. Artinya, ada potensi mark up gila-gilaan hingga 2,5 juta rupiah untuk setiap laptop.

Tak hanya soal angka, kualitas barang juga jadi masalah serius. Banyak unit yang dilaporkan cepat rusak, sementara sisanya tidak optimal untuk kegiatan belajar mengajar karena sangat bergantung pada koneksi internet. Alih-alih membantu pendidikan, program ini justru menambah beban baru bagi guru dan sekolah yang harus berhadapan dengan perangkat tak layak pakai.

Lebih panas lagi, diskusi Refly Harun membuka celah keterkaitan tokoh penting. Disebut adanya grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Kortim” yang aktif membicarakan proyek ini bahkan sebelum Nadiem Makarim dilantik sebagai menteri. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius: siapa saja pemain besar yang sesungguhnya berada di balik layar? Dugaan makin tebal ketika muncul laporan bahwa seorang pejabat tinggi disebut membeli saham di perusahaan laptop yang diduga terlibat dalam proyek ini.

Skandal ini kini bukan sekadar soal laptop murahan berharga fantastis, melainkan soal integritas pejabat tinggi negara dan praktik oligarki yang menggerogoti uang rakyat. Publik menunggu, apakah kasus ini benar-benar akan dibongkar tuntas, atau sekadar jadi episode panjang permainan elite yang lagi-lagi menguap tanpa akhir.